Cari Blog Ini

Senin, 24 Januari 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 1999
TENTANG
HUBUNGAN LUAR NEGERIDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat,
pelaksanaan hubungan luar negeri didasarkan pada asas kesamaan derajat saling
menghormati saling menguntungkan, dan saling tidak mencampuri urusan dalam negeri
masing-masing seperti yang tersirat di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 salah satu tujuan Pemerintah
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial;
c. bahwa untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud pada pertimbangan huruf b,
Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia selama ini telah melaksanakan hubungan
luar negeri dengan berbagai negara dan organisasi regional maupun internasional;
d. bahwa pelaksanaan kegiatan hubungan luar negeri baik regional maupun internasional,
melalui forum bilateral atau multilateral diabdikan pada kepentingan nasional berdasarkan
prinsip politik luar negeri yang bebas aktif;
e. bahwa dengan makin meningkatnya hubungan luar negeri dan agar prinsip politik luar negeri
sebagaimana dimaksud pada pertimbangan huruf d dapat tetap terjaga, maka
penyelenggaraan hubungan luar negeri perlu diatur secara menyeluruh dan terpadu dalam
suatu Undang-undang;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut dalam huruf a, b, c, d dan e perlu dibentuk
Undang-undang tentang Hubungan Luar Negeri.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 13, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina mengenai
Hubungan Diplomatik beserta Protokol Opsionalnya mengenai Hal Memperoleh
Kewarganegaraan (Vienna Convention on Diplomatic Relations and Optional Protocol to the
Vienna Convention on Diplomatic Relations Concerning Acquisition of Nationalily), 1961
dan Pengesahan Konvensi mengenai Hubungan Konsuler beserta Protokol Opsionalnya
mengenai Hal Memperoleh Kewarganegaraan (Vienna Convention on Consular Relations
and Optional Protocol to the Vienna Convention on Consular Relations Concerning
Acquisition of Nationality), 1963 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor
2; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3211).
3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Misi Khusus
(Convention on Special Mission), New York, 1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1982 Nomor 3; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3212).
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBUK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
'UNDANG-UNDANG TENTANG HUBUNGAN LUAR NEGERI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan
internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembagalembaganya,
lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat,
lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.
2. Politik Luar Negeri adalah kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah Republik Indonesia
yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, dan
subyek hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna
mencapai tujuan nasional.
3. Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh
hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan
satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya,
serta menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia yang bersifat
hukum publik.
4. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang hubungan luar negeri dan politik
luar negeri.
5. Organisasi Internasional adalah organisasi antar pemerintah.
Pasal 2
Hubungan Luar Negeri dan Politik Luar Negeri didasarkan pada Pancasila, Undang-Undang
Dasar 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara.
Pasal 3
Politik Luar Negeri menganut prinsip bebas aktif yang diabdikan untuk kepentingan nasional.
Pasal 4
Politik Luar Negeri dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif, dan antisipatif, tidak
sekedar rutin dan reaktif, teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes dalam
pendekatan.
BAB II
PENYELENGGARAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI
DAN PELAKSANAAN POLITIK LUAR NEGERI
Pasal 5
(1) Hubungan Luar Negeri diselenggarakan sesuai dengan Politik Luar Negeri, peraturan
perundang-undangan nasional dan hukum serta kebiasaan internasional.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku bagi semua penyelenggara
Hubungan Luar Negeri, baik pemerintah maupun non pemerintah.
Pasal 6
(1) Kewenangan penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar Negeri
Pemerintah Republik Indonesia berada di tangan Presiden. Sedangkan dalam hal menyatakan
perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain diperlukan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden dapat melimpahkan kewenangan penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan
pelaksanaan Politik Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Menteri.
(3) Menteri dapat mengambil langkah-Iangkah yang dipandang perlu demi dipatuhinya
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
Pasal 7
(1) Presiden dapat menunjuk pejabat negara selain Menteri Luar Negeri, pejabat pemerintah,
atau orang lain untuk menyelenggarakan Hubungan Luar Negeri di bidang tertentu.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat negara selain Menteri Luar Negeri, pejabat
pemerintah, atau orang lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan konsultasi dan
koordinasi dengan Menteri.
Pasal 8
(1) Menteri, atas usul pimpinan departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen, dapat
mengangkat pejabat dari departemen atau lembaga yang bersangkutan untuk ditempatkan
pada Perwakilan Republik Indonesia guna melaksanakan tugas-tugas yang menjadi bidang
wewenang departemen atau lembaga tersebut.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) secara operasional dan administratif
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perwakilan Republik Indonesia serta tunduk
pada peraturan-peraturan tentang tata kerja Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Pasal 9
(1) Pembukaan dan pemutusan hubungan diplomatik atau konsuler dengan negara lain serta
masuk ke dalam atau keluar dari keanggotaan organisasi internasional ditetapkan oleh
Presiden dengan memperhatikan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Pembukaan dan penutupan kantor perwakilan diplomatik atau konsuler di negara lain atau
kantor perwakilan pada organisasi intemasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 10
Pengiriman pasukan atau misi pemeliharaan perdamaian ditetapkan oleh Presiden dengan
memperhatikan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 11
(1) Dalam usaha mengembangkan Hubungan Luar Negeri dapat didirikan lembaga kebudayaan,
lembaga persahabatan, badan promosi, dan lembaga atau badan Indonesia lainnya di luar
negeri.
(2) Pendirian lembaga dan atau badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri.
Pasal 12
(1) Dalam usaha mengembangkan Hubungan Luar Negeri dapat juga didirikan lembaga
persahabatan, lembaga kebudayaan, dan lembaga atau badan kerja sama asing lain di
Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pendirian lembaga atau badan kerja sama asing
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pasal 13
Lembaga Negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun non departemen, yang
mempunyai rencana untuk membuat perjanjjan internasional, terlebih dahulu melakukan
konsultasi mengenai rencana tersebut dengan Menteri.
Pasal 14
Pejabat lembaga pemerintah, baik depatemen maupun nondepartemen, yang akan
menandatangani perjanjian internasional yang dibuat antara Pemerintah Republik Indonesia
dengan Pemerintah negara lain, organisasi internasional, atau subyek hukum internasional
lainnya, harus mendapat surat kuasa dari Menteri.
Pasal l5
Ketentuan mengenai pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional diatur dengan undangundang
tersendiri.
BAB IV
KEKEBALAN, HAK ISTIMEWA, DAN PEMBEBASAN
Pasal 16
Pemberian kekebalan, hak istimewa, dan pembebasan dari kewajiban tertentu kepada perwakilan
diplomatik dan konsuler, misi khusus, perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa, perwakilan
badan-badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan organisasi internasional lainnya,
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan
internasional.
Pasal 17
(1) Berdasarkan pertimbangan tertentu, Pemerintah Republik Indonesia dapat memberikan
pembebasan dari kewajiban tertentu kepada pihak-pihak yang tidak ditentukan dalam Pasal
16.
(2) Pemberian pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasar pada
peraturan perundang-undangan nasional.
BABV
PERLINDUNGAN KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA
Pasal 18
(1) Pemerintah Republik Indonesia melindungi kepentingan warga negara atau badan hukum
Indonesia yang menghadapi permasalahan hukum dengan perwakilan negara asing di
Indonesia.
(2) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan
ketentuan hukum dan kebiasaan internasional.
Pasal 19
Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban :
a. memupuk persatuan dan kerukunan antara sesama warga negara Indonesia di luar negeri;
b. memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan
hukum Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta
hukum dan kebiasaan internasional.
Pasal 20
Dalam hal terjadi sengketa antara sesama warga negara atau badan hukum Indonesia di luar
negeri, Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban membantu menyelesaikannya berdasarkan
asas musyawarah atau sesuai dengan hukum yang berlaku.
Pasal 21
Dalam hal warga negara Indonesia terancam bahaya nyata, Perwakilan Republik Indonesia
berkewajiban memberikan perlindungan, membantu, dan menghimpun mereka di wilayah yang
aman, serta mengusahakan untuk memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya negara.
Pasal 22
Dalam hal terjadi perang dan atau pemutusan hubungan diplomatik dengan suatu negara, Menteri
atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Presiden, mengkoordinasikan usaha untuk mengamankan
dan melindungi kepentingan nasional, termasuk warga negara Indonesia.
Pasal 23
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 dilakukan melalui
kerja sama dengan pemerintah setempat atau negara lain atau organisasi internasional yang
terkait.
Pasal 24
(1) Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban untuk mencatat keberadaan dan membuat surat
Keterangan mengenai kelahiran, perkawinan, perceraian, dan kematian warga negara
Republik Indonesia serta melakukan tugas-tugas konsuler lainnya di wilayah akreditasinya.
(2) Dalam hal perkawinan dan perceraian, pencatatan dan pembuatan surat keterangan hanya
dapat dilakukan apabila kedua hal itu telah dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku di tempat wilayah kerja Perwakilan Republik Indonesia yang bersangkutan,
sepanjang hukum dan ketentuan-ketentuan asing tersebut tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan Indonesia.
BAB VI
PEMBERIAN SUAKA DAN MASALAH PENGUNGSI
Pasal 25
(1) Kewenangan pemberian suaka kepada orang asing berada di tangan Presiden dengan
memperhatikan pertimbangan Menteri.
(2) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan
Presiden.
Pasal 26
Pemberian suaka kepada orang asing dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangannasional
serta dengan memperhatikan hukum, kebiasaan, dan praktek internasional.
Pasal 27
(1) Presiden menetapkan kebijakan masalah pengungsi dari luar negeri dengan memperhatikan
pertimbangan Menteri.
(2) Pokok-pokok kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan
Presiden.
BAB VII
APARATUR HUBUNGAN LUAR NEGERI
Pasal 28
(1) Menteri menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan dalam
bidang Hubungan Luar Negeri dan Politik Luar Negeri.
(2) Koordinasi dalam penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dari pelaksanaan Politik Luar
Negeri diselenggarakan oleh Menteri.
Pasal 29
(1) Duta Besar Luar Biasa.dan Berkuasa Penuh adalah pejabat negara yang diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala Negara.
(2) Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh mewakili negara dan bangsa Indonesia dan
menjadi wakil pribadi Presiden Republik Indonesia di suatu negara atau pada suatu
organisasi internasional.
(3) Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh yang telah menyelesaikan masa tugasnya
mendapat hak keuangan dan administratif yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1) Untuk melaksanakan tugas diplomatik di bidang khusus, Presiden dapat mengangkat Pejabat
lain setingkat Duta Besar.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat dengan Keputusan Presiden.
Pasal 31
(1) Pejabat Dinas Luar Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah mengikuti pendidikan dan
latihan khusus untuk bertugas di Departemen Luar Negeri dan Perwakilan Republik
Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai pendidikan dan latihan Pejabat Dinas Luar Negeri sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 32
(1) Pejabat Dinas Luar Negeri adalah Pejabat Fungsional Diplomat.
(2) Pejabat Fungsional Diplomat dapat memegang jabatan struktural.
(3) Tata cara pengangkatan dan penempatan Pejabat Dinas Luar Negeri diatur dengan Keputusan
Menteri.
(4) Hak dan kewajiban Pejabat Dinas Luar Negeri diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 33
Jenjang kepangkatan dan gelar Pejabat Dinas Luar Negeri dan penempatannya pada Perwakilan
Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 34
Hubungan kerja antara Departemen Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia diatur
dengan Keputusan Menteri.
BAB VIII
PEMBERIAN DAN PENERIMAAN SURAT KEPERCAYAAN
Pasal 35
(1) Presiden memberikan Surat Kepercayaan kepada Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh
Republik Indonesia untuk suatu negara tertentu atau pada suatu organisasi internasional.
(2) Presiden menerima Surat Kepercayaan dari kepala negara asing bagi pengangkatan Duta
Besar Luar Biasa dan Berkuasa penuh negara tersebut untuk Indonesia.
Pasal 36
(1) Dalam hal seseorang ditunjuk untuk mewakili Negara Republik Indonesia pada suatu upacara
tertentu di luar negeri, jika disyaratkan, kepada orang yang ditunjuk diberikan Surat
Kepercayaan yang ditandatangani oleh Presiden.
(2) Dalam hal seseorang ditunjuk untuk mewakili Pemerintah Republik Indonesia dalam suatu
konferensi internasional, jika disyaratkan, kepada orang yang ditunjuk diberikan Surat
Kepercayaan yang ditandatangani oleh Menteri.
Pasal 37
(1) Presiden menandatangani Surat Tauliah bagi seorang Konsul Jenderal atau Konsul Republik
Indonesia yang diangkat guna melaksanakan tugas konsuler untuk suatu wilayah tertentu
pada suatu negara asing.
(2) Presiden menerima Surat Tauliah seorang Konsul Jenderal atau Konsul asing yang bertugas
di Indonesia serta mengeluarkan ekse kuatur untuk memulai tugasnya.
Pasal 38
(1) Presiden menandatangani Surat Tauliah bagi seorang Konsul Jenderal Kehormatan atau
Konsul Kehormatan Republik Indonesia yang diangkat guna melaksanakan tugas konsuler
untuk suatu wilayah tertentu pada suatu negara asing.
(2) Presiden menerima Surat Tauliah seorang Konsul Jenderal Kehormatan atau Konsul
Kehormatan asing yang bertugas di Indonesia serta mengeluarkan eksekuatur.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Peraturan perundang-undangan mengenai atau berkaitan dengan Hubungan Luar Negeri yang
sudah ada pada saat mulai berlakunya undang-undang ini tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 14 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBUK INDONESIA
ttd
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBUK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 156

Tidak ada komentar:

Posting Komentar